Selasa, 26 April 2011

Cerita Tidak Penting dari Orang Paling Penting

05 April 2011 - 12:32:52

Isi Resensi :




Unsur “menarik” dan “penting” dalam sebuah berita biasanya menjadi salah satu yang paling diperhatikan. Misalnya saja memberitakan tentang seseorang yang penting dan terkenal seantero negeri. Apalagi, berita tentang orang penting itu adalah hal-hal yang selama ini tidak pernah terberitakan di banyak media massa, alias tak banyak diketahui oleh masyarakat umum. Bagaimana wajah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat tidak pede berbicara di depan rakyatnya, misalnya. Atau tahi lalat Presiden Indonesia keenam itu yang tiba-tiba hilang di awal tahun 2009. Atau yang lain, berita mengenai Bu Budi yang selama ini memasak untuk keluarga SBY dan Pak Apiaw yang menjadi tukang pijat kepercayaannya. Sebenarnya tidak ada yang penting dari berita itu, jika dibandingkan dengan pengumuman kenaikan listrik dan harga BBM yang pernah disampaikan SBY. Namun, bagi kebanyakan rakyat Indonesia yang tidak tahu bagaimana keseharian presidennya itu di Istana Kepresidenan, Jakarta, berita-berita itu bisa jadi penting, karena yang diberitakan adalah orang penting. Berita-berita tidak penting dari orang yang paling penting itulah yang ditulis Wisnu Nugroho di dalam bukunya yang berjudul “Pak Beye dan Istananya”. Buku pertama dari tetralogi Pak Beye karya jurnalis Harian Kompas itu menceritakan keseharian SBY yang selama ini tidak pernah terberitakan di media cetak tempatnya bekerja sejak sembilan tahun terakhir. Banyak cerita-cerita yang selama ini tidak pernah disorot oleh berbagai media di negeri ini, yang dicatat oleh Wisnu. Memang tidak ada peliputan atau wawancara khusus yang dilakukannya, seperti jika ia meliput mengenai konferensi pers atau pidato kenegaraan yang disampaikan oleh SBY. Semua berita-berita tidak penting itu hanyalah hasil pengamatan Wisnu selama bertugas sebagai jurnalis Harian Kompas di Istana Kepresidenan sejak tahun 2004. Bisa dibilang, Wisnu hanya mencatat behind the story dari sebuah peristiwa secara runut dan detail, sehingga kemudian ia bisa menceritakannya kembali kepada para pembaca. Contohnya saja, tentang sepatu yang dikenakan para pembantu presiden alias para menteri saat menghadiri undangan buka puasa bersama di istana. Atau, cerita mengenai kendaraaan yang digunakan para menteri saat menghadap SBY. Lainnya, cerita tentang orang-orang tidak penting tetapi sangat besar perannya dalam keseharian SBY. Misalnya, siapa yang tahu dengan Iwan yang selama ini bertugas untuk menyiapkan podium dan alat pengeras suara yang setiap saat digunakan SBY ketika menyampaikan pidato kenegaraan? Padahal, perannya sangat besar dalam tugas-tugas kepersidenan tersebut. Bahkan, cerita mengenai mikrolet dan metromini yang tiba-tiba bisa masuk ke istana, dan lingkungan istana yang tiba-tiba ramai setiap malam Jumat pun dicatat oleh seorang Wisnu. Ternyata, ibu-ibu pengajian tersebut adalah anggota Majelis Dzikir SBY yang dibentuk untuk mendukung kampanye SBY saat pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden. Kemudian, mikrolet dan metromini yang parkir di halaman istana tersebut ternyata adalah kendaraan yang mengantarkan ibu-ibu pengajian itu. Namun sayangnya, tentu saja berita-berita tersebut tidak serta-merta bisa dimuat di media tempatnya bekerja, sebagaimana jika ia menulis hasil pidato kepresidenan yang baru saja disampaikan SBY. “Cerita di balik berita” ini memang tidak bisa begitu saja diberitakan di media mainstream, apalagi sekelas Harian Kompas, karena berbagai alasan, terutama soal keterbatasan space (halaman) yang tersedia. Sebagai “manusia biasa”, SBY tentu saja memiliki keseharian yang tidak jauh berbeda dengan rakyat kebanyakan. Namun, karena statusnya yang juga sebagai orang penting, membuat hal-hal seputar mereka menjadi menarik. Apalagi, jika itu diceritakan secara jenaka dan nakal. Maka, seperti ditulis editor buku ini, Pepih Nugraha yang juga merupakan Admin Kompasiana dalam pendahuluannya, “Bersiaplah tersenyum-senyum!”

Sumber : http://www.bukukita.com/resensi-review-buku/82832-pak-beye-dan-istananya-tetralogi-1/707-cerita-tidak-penting-dari-orang-paling-penting.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons